Fenomena 'Pamer' di Jejaring Sosial

Sebelumnya saya mau ngucapin terima kasih buat pemilik-pemilik akun jejaring sosial. Karena tingkah laku mereka menjadi inspirasi untuk post ini.

Tujuan utama jejaring sosial macam facebook, twitter, dll adalah untuk menjalin silaturahim orang-orang yang terpisah ruang dan waktu , saling berbagi kabar dan opini para penggunanya. Tapi ada aja yang 'malaguna', (kayak nama bioskop) maksudnya 'salah' dalam menggunakan dan memanfaatkan jejaring sosial.


Pola pergaulan di jejaring sosial harus  lebih 'hati-hati' karena sifatnya yang public concumption seperti 'media'. Sekalinya ngomong blablabla, semua temen akun bisa baca. Mangkenye banyak pengguna jejaring sosial yang memanfaatkan 'lahan' di jejaring sosial buat show off pencapaian mereka atau bahkan pencapaian orang tua, pacar, dan orang terdekat lainnya di sana. Oke sih kalau cuma sekali dua kali dan diselingi informasi bermanfaat atau kata-kata mutiara yang menginspirasi dan bikin pengguna lain semangat ngerjain skripsi. Hiks. Tapi ini sering banget dan bikin timeline penuh dengan 'junktweets'.

Saya yang senang buka-buka timeline twitter atau beranda facebook buat nyari inspirasi dan informasi bermutu jadi bertanya-tanya. Untuk apa menembong-nembongkan hal yang 'begitu'? Karena rasa bangga yang tak terbendung? Atau kebutuhan diperhatikan publik?

Ada pengguna yang sangat bangga dengan kecantikkan dan kemolekkan penampilan fisiknya sampai sering sekali memposkan foto-foto narsis. Ada yang saking bangganya punya pacar sampai menembongkan sms mesra dari pacar. Ada juga yang ingin menjadi pusat perhatian jadi kisruh di jejaring sosial, menelanjangi masalah personal yang sebenarnya bisa diselesaikan sendiri. Harta dan pencapaian lain yang belum tentu pencapaian sendiri pun diekspos. Tapi ada juga yang mengekspos informasi 'junk', seperti: Beli sambel ke warung, Ngerok jenggot, Ngaji di masjid. Ngeliat artis segala diekspos di infotainment saja sudah bikin jengah, apalagi kalau bukan artis.

Sifat jejaring sosial yang bisa jadi konsumsi publik harusnya membuat penggunanya bisa menjaga privasi kehidupannya dan privasi pengguna lain. Menurut saya hal-hal seperti itu biarlah jadi konsumsi pribadi. Toh siapa yang peduli kalau kita ke warung beli sambal? :) tapi kalau kelewat bangga sama pencapaiannya atau pencapaian orang tua, dll sampe ga bisa berak kalau ga update di jejaring sosial, bisa lah dikemas sedemikian rupa menjadi tweet yang menarik, inspirative but stay humble.


Comments

Popular Posts